Menu

Mode Gelap
Ratusan ASN di Aceh Jaya Belum Terima Gaji Ulama dan Pj Bupati Aceh Jaya Bahas Penguatan Kemandirian Dayah Dua Oknum Anggota Polda Aceh Ditangkap, Ini Kasusnya Saat Proses Sortir, Panwaslih Aceh Jaya Temukan 137 Surat Suara Rusak Pemkab Aceh Jaya Buka Uji Kompetensi Pejabat Tinggi Pratama

News · 20 Oct 2023 10:45 WIB ·

WALHI Aceh Tegas Tolak Tambang Emas PT LMR di Aceh Tengah


 WALHI Aceh Tegas Tolak Tambang Emas PT LMR di Aceh Tengah Perbesar

Banda Aceh (AJP) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh tegas menolak tambang emas PT Linge Mineral Resource (LMR) demi menyelamatkan kehidupan lingkungan, Hak Asasi Manusia (HAM), perekonomian dan sosial budaya di dataran tinggi Gayo.

Kehadiran tambang emas di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah akan berdampak serius terhadap keberlangsungan ekosistem, terutama berdampak terhadap kualitas kopi sebagai komoditas unggulan dan pendapatan utama masyarakat di dataran tinggi Gayo.

Penolakan terhadap penambangan emas PT. LMR tersebut tertuang dalam surat pengumuman Pengumuman Tambahan Rencana Studi AMDAL Kegiatan Penambangan dan Pengolahan Bijih Emas DMP milik PT. LMR.

WALHI Aceh telah mengirimkan dokumen tanggapan tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan kantor pusat PT. LMR di Jakarta.

“Demi melindungi lingkungan hidup, HAM, perekonomian dan sosial budaya menjadi alasan utama bagi WALHI Aceh untuk menolak kehadiran tambang emas tersebut dan dokumennya sudah kami kirimkan ke KLHK dan PT LMR,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin alias Om Sol, Jumat (20/10/2023).

Hasil analisis WALHI Aceh, sebut Om Sol, keberadaan PT LMR tidak hanya menyebabkan terganggunya ekosistem di Aceh Tengah, juga merupakan kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Jambo Aye Lumut, Linge, Owaq, dan Penarun.

Dampaknya tidak hanya di hulu, tetapi juga sampai ke hilir yang meliputi Kabupaten Aceh Timur, Aceh Utara dan Bener Meriah.

Hal ini sesuai sebagaimana tercantum dalam Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2016-2036, Menyebutkan konsesi area merupakan area pengendalian daya rusak air (Pasal 19 ayat 2) meliputi Krueng Jambo Aye.

Celakanya, dari total 974 DAS di Aceh, terdapat 20 DAS dalam kondisi kritis atau harus menyampaikan, satu di antaranya adalah DAS Jambo Aye yang masuk dalam perizinan PT LMR.

Bila perusahaan tersebut beroperasi, katanya, diperkirakan kondisinya akan semakin parah dengan adanya tambang emas tersebut.

Berdasarkan telaah WALHI Aceh, izin PT LMR banyak mengangkangi Qanun RTRW Aceh Tengah. Selain yang sudah disebutkan di atas, pada Pasal 19 ayat 5 Kecamatan Linge merupakan daerah Cekungan Air Tanah seluas 3.492,14 Ha.

Kerentanan lainnya, areal izin tambang emas tersebut merupakan kawasan rawan bencana gempa bumi, banjir, longsor, serta kebakaran hutan dan lahan.

Kemudian dalam Qanun RTRW Aceh Tengah juga disebutkan kawasan Kecamatan Linge diperuntukan untuk pertanian dan perkebunan. Selain itu juga termasuk Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), meliputi; KSK Pengembangan Peternakan Ketapang Linge; KSK Situs Kerajaan Linge di Kecamatan Linge.

“Ini jelas tidak hanya berdampak di dataran tinggi Gayo, juga sampai ke pesisir Aceh Utara dan Aceh Timur. Terlebih lagi DAS Jambo Aye merupakan DAS prioritas berdasarkan SK 328/MenHut-II/2009 Penetapan DAS Prioritas,” tegasnya.

Selain itu, tambang emas ini juga akan berdampak terhadap objek wisata Danau Lut Tawar yang merupakan bagian dari hulu DAS Peusangan yang juga masuk dalam kondisi kritis.

Padahal, lanjut Om Sol, DAS ini sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Bireuen, Lhokseumawe, dan Aceh Utara.

Sementara itu berdasarkan kajian dan analisis seorang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Tajuddin Bantacut, kata Om Sol, keberadaan tambang emas berdampak buruk terhadap 3 aspek, yaitu ekologi, ekonomi dan sosial budaya.

Dari aspek lingkungan hidup, kata Om Sol yakin akan terjadi kerusakan ekosistem yang berdampak terhadap hilangnya keanekaragaman hayati, kekayaan alam, situs budaya, sejarah, dan penurunan produksi pertanian. Selain itu juga berpotensi menurunnya kualitas udara dan kesuburan tanah serta siklus hidrologi.

“Tentunya kondisi ini cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat di Aceh Tengah dan Bener Meriah hingga pesisir,” tegasnya.

Perubahan ekosistem akibat adanya lubang tambang akan mengalami gangguan signifikan terhadap iklim mikro dan siklus hidrologi permukaan dan udara tanah, karbon dan hara, karena adanya cemaran langsung berupa bahan kimia, lumpur dan limbah domestik akan berdampak terhadap perubahan iklim.

Adanya konversi lahan pertanian dan hutan menjadi lubang atau bekas tambang juga berdampak terhadap kualitas kopi di dataran tinggi Gayo. Tak hanya itu, banyak juga flora dan fauna di kawasan tersebut yang akan hilang.

Terlebih lagi izin areal PT LMR juga masuk ke Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan hutan konservasi tinggi yang menjadi jalur migrasi 4 satwa kunci yang dilindungi.

“Habitat satwa endemik juga berpotensi hilang dan bahkan bisa menyebabkan kepunahan. Bila ditinjau dari aspek ekonomi, tidak banyak kemanfaatan yang diperoleh warga dengan adanya tambang emas itu dibandingkan dengan perkebunan kopi,” tegasnya lagi.

Namun yang harus dipahami adalah distribusi pendapatan timpang antara pemilik modal dan pemilik kawasan, yaitu masyarakat dataran tinggi Gayo. Justru PAD yang diperoleh nantinya tidak sebanding dengan kerusakan hutan pasca tambang.

“Kopi memberikan kemanfaatan berkelanjutan (antar generasi), sedangkan tambang hanya untuk satu atau dua generasi saja, setelah itu ekosistem rusak dan butuh waktu lama untuk memulihkannya kembali,” jelasnya.

Om Sol Menyebutkan, investasi penambangan merupakan praktek eksploitasi Sumber daya Alam (SDA), sementara perkebunan kopi bentuk pemanfaatan SDA yang berkelanjutan sampai generasi ke generasi tanpa batas.

Kalau dikaji dari aspek sosial, keberadaan tambang hanya mengeksploitasi tenaga kerja yang diperlukan saja, artinya tidak merata dan adil.

Justru nantinya banyak tenaga kerja yang datangkan dari luar daerah, sedangkan warga setempat hanya mendapatkan pekerjaan kasar dan berpotensi terjadi konflik sosial di tengah masyarakat.

“Sedangkan perkebunan kopi melibatkan banyak petani, pedagang, pengolah dan ritel lainnya. Tambang hanya mengeksploitasi tenaga kerja yang diperlukan saja,” jelasnya.

Sebenarnya kopi di dataran tinggi Gayo telah menjadi bagian dari budaya, mulai dari pergaulan hingga kerjasama sosial-ekonomi. Karena kebun kopi dapat dikendalikan sehingga tidak merusak situs budaya dan siklus ekosistem. Sedangkan tambang mengubah ekosistem atau bentang alam (lanskap) yang menghancurkan banyak hal.

Lebih parah lagi, sebut saja Om Sol, keberadaan tambang emas di Kecamatan Linge berpotensi kehilangan identitas Aceh, khususnya dataran tinggi Gayo. Karena di lokasi izin PT LMR juga terdapat situs makam budaya Kerajaan Linge yang memiliki sejarah pentingnya berdirinya provinsi Aceh.

Oleh karena itu, WALHI Aceh sebagai lembaga wali lingkungan yang diatur dalam undang-undang secara tegas menolak keberadaan PT LMR yang hendak mengeksploitasi SDA di dataran tinggi Gayo. Karena lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaat yang diterima masyarakat.

“Belum ada dalam sejarah warga yang tinggal di lingkar tambang sejahtera, faktanya tambang Migas PT Arun misalnya, jelas warga di sekitar tetap miskin hingga sekarang. Belum lagi kita lihat tambang emas di Papua, warga tetap saja miskin,” tegasnya.

Lalu bagaimana dengan potensi emas yang ada di sana? Om Sol menjelaskan, lebih baik dicadangkan untuk generasi yang akan datang sampai mereka mampu menambang dengan modal sendiri dan menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan.

Artikel ini telah dibaca 8 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Kakanwil Kemenag Tanami Pohon di Tanah Wakaf Produktif Aceh Jaya

17 January 2025 - 14:19 WIB

Abati Jalaluddin Basyah Kembali Nahkodai HUDA Aceh Jaya

16 January 2025 - 05:52 WIB

Muhammad Milsa Pimpin Perbasi Aceh Jaya Periode 2025-2029

12 January 2025 - 10:50 WIB

HUDA Aceh Jaya Akan Laksanakan Muswil ke III

11 January 2025 - 12:30 WIB

Aksi Bersih Sungai dan Tanam Pohon Warnai Wisuda SJL Aceh dalam CJL 2025

11 January 2025 - 07:57 WIB

Fitra Akhyar Pimpin HIPMI Aceh Jaya

9 January 2025 - 15:46 WIB

Trending di News