Menu

Mode Gelap
Ratusan ASN di Aceh Jaya Belum Terima Gaji Ulama dan Pj Bupati Aceh Jaya Bahas Penguatan Kemandirian Dayah Dua Oknum Anggota Polda Aceh Ditangkap, Ini Kasusnya Saat Proses Sortir, Panwaslih Aceh Jaya Temukan 137 Surat Suara Rusak Pemkab Aceh Jaya Buka Uji Kompetensi Pejabat Tinggi Pratama

News · 7 Dec 2023 12:48 WIB ·

Aparat Penegak Hukum Diminta Tindak Perambah Hutan di Hambur Latong Agara


 Aparat Penegak Hukum Diminta Tindak Perambah Hutan di Hambur Latong Agara Perbesar

Banda Aceh (AJP) – Aparat penegak hukum diminta untuk menindak tegas para perambah hutan di Jambur Latong, Desa Peseluk Pesimbe, Kecamatan Deleng Pokhkison, Aceh Tenggara.

Perambahan hutan di kawasan tersebut telah berdampak serius terhadap bencana hidrologi di Aceh Tenggara yang terjadi akhir-akhirnya.

Data Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menunjukkan bahwa hingga Oktober 2023 jumlah banjir sudah mencapai 19 kali.

Dengan demikian, bila dihitung hingga November 2023, lebih 22 kali banjir terjadi di wilayah berjuluk Negeri Tanah Alas tersebut

Sedangkan angka pada 2022 lalu sebanyak 30 kali kejadian, hanya selisih tipis dibandingkan 2023.

“Jadi kami perkirakan, jumlah kejadian lebih banyak lagi kalau dimasukkan data kejadian November 2023,” ujar Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Aceh, Afifuddin Acal, Kamis (7/12/2023).

Pembukaan jalan Jambur Latong-Langkat, Sumatera Utara di Agara sepanjang 18,52 Km melintasi hutan lindung sepanjang 7,75 Km, telah mempermulus praktik illegal logging maupun kejahatan lingkungan lainnya.

Praktik ilegal tersebut berdampak terjadi bencana hidrologi, terlebih Aceh Tenggara memiliki riwayat bencana banjir bandang yang cukup parah.

Ditambah lagi dengan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Alas Singkil yang rusak parah kini, menduduki peringkat pertama di Aceh DAS yang harus diperbaiki.

Berdasarkan data dari acehdata.digdata.id, sisa tutupan hutan di DAS Alas Singkil pada 2022 seluas 421,531 hektar dari sebelumnya berdasarkan SK580 seluas 1,241,775 hektar, ada terjadi kehilangan seluas 820,244 hektar.

“Ini menunjukkan tutupan hutan di sana hanya tersisa 34 persen,” kata Afifuddin.

Dengan kehilangan tutupan hutan di DAS tersebut mencapai 66 persen, tak heran jika banjir menjadi langganan setiap akhir tahun terjadi di Agara.

Begitu juga akan berdampak sampai ke hilir yang melintasi DAS tersebut yakni Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Gayo Lues dan Subulussalam.

Hasil monitoring WALHI Aceh sebelum pembukaan jalan Jambur Latong-Langkat, khususnya di kawasan hutan lindung Serbo Langit, vegetasi hutannya masih relatif baik dan merupakan habitat satwa kunci orangutan dan kambing hutan.

Selain itu, sambung dia, kawasan tersebut juga merupakan sumber air bagi masyarakat Kecamatan Deleng Pokhkison, Lawe Bulan dan Lawe Sumur.

Kawasan hutan lindung Serbo Langit juga merupakan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai zona penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Bidang III Stabat Sumatera Utara. Kondisi tutupan hutannya pun kian terdegradasi saat ini.

Sebelum pembangunan jalan tembus itu dikerjakan, kawasan hutan lindung Serbo Langit sudah marak terjadi perambahan dan illegal logging sejak 2018-2020.

Ini mengakibatkan terjadinya banjir bandang yang berdampak putusnya jembatan dan merusak lahan pertanian di Kecamatan Deleng Pokhkison, Lawe Bulan, Lawe Sumukh.

Kemudian, pada 2019 dan 2020 telah dibuka jalan dengan sepanjang 9 km, sedang sisanya terhenti karena harus menunggu izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK) .

Faktanya, baru 9 km dibuka jalan di lokasi itu, akibatnya kawasan hutan lindung Serbo Langit menjadi terbuka yang kemudian semakin menyuburkan kegiatan perambahan hutan tanpa ada pengawasan oleh pihak terkait.

Berdasarkan temuan WALHI Aceh di lapangan, perambahan masih terus terjadi dan di pinggir jalan yang sudah dibangun tersebut hutan mulai terbuka, bahkan ada sejumlah hutan lindung telah dirambah.

Kayu-kayu diduga hasil perambahan tergeletak di pinggir jalan sebelum diangkut menggunakan becak motor ke tempat yang dapat diakses oleh roda empat.

Parahnya lagi, cara lain perambahan hutan mengangkut kayu menunggu saat debit air sungai meningkat pada musim hujan. Kayu-kayu yang diduga hasil perambahan dihanyutkan hingga ke hulu.

“Jalan tembus ini aja belum selesai semua, perambahan terus terjadi, apa lagi kalau sudah jalan mulus, bisa lebih parah,” sebutnya.

Karena itulah WALHI Aceh meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku perambahan hutan di kawasan tersebut.

Karena bila hutan terus terdegradasi, kata dia, bencana hidrologi bakal terus menghantui warga Agara maupun kabupaten di hilir.

“Perlu ada penegakan hukum yang tegas, tangkap pelaku perambah hutan agar ada efek jera, supaya tidak ada yang melakukan kejahatan lingkungan lagi,” tegasnya.

Menurut pandangan WALHI, bila penegakan hukum tidak ditegakkan, kerusakan tutupan hutan akan terus terjadi. Maka bencana alam, baik banjir bandang maupun longsor tidak dapat dikendalikan.

Dampaknya bukan hanya warga yang mengalami kerugian besar, baik akibat kerusakan rumah dan hilang mata pencaharian.

“Selain itu habitat satwa juga akan terganggu, sehingga berpotensi bencana lain terjadi, yaitu konflik satwa dengan manusia,” pungkasnya.

Artikel ini telah dibaca 33 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Teuku Khairullah Kembali Pimpin Cabor PABSI Aceh Jaya

8 February 2025 - 11:49 WIB

Aceh Jaya Siap Wujudkan Eliminasi Pasung, Pj. Bupati: ODGJ Berhak Hidup Layak

7 February 2025 - 11:46 WIB

Layanan Cicil Emas sebagai Solusi Pengelolaan Keuangan yang Ditawarkan BSI

7 February 2025 - 07:25 WIB

Ayo Kunjungi Pameran Foto Gelaran PBB di Museum Tsunami Aceh!

7 February 2025 - 07:14 WIB

Aceh Jaya Masuk Daerah Afirmasi, KNPI Gelar Sosialisasi Beasiswa LPDP

5 February 2025 - 12:16 WIB

Pemkab Aceh Jaya Gelar Sosialisasi Penggunaan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan

5 February 2025 - 07:41 WIB

Trending di Inforial Pemkab Aceh Jaya