Banda Aceh (AJP) – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pengadaan 200 ekor sapi di Dinas Pertanian Aceh Tenggara tahun anggaran 2019.
Tersangka dalam proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota (DOKA) itu masing-masing M selaku PPK, A selaku Direktur CV MRM sebagai pemenang lelang dan MR selaku pengendali supplier.
“Penetapan tersangka ini dilakukan setelah ekspos, berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan alat bukti yang ditemukan,” ujar Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, Rabu (13/9/2023).
Seperti diketahui, pada tahun 2019 Distan Agara melakukan pengadaan 200 ekor sapi. CV MRM memenangi proyek tersebut berdasarkan nilai kontrak sebesar Rp. 2.378.000.000.
Kemudian, tersangka A selaku direktur CV MRM tak melakukan kewajibannya selaku penyedia. A mengaku perusahaannya dipinjam oleh tersangka MR selaku pengendali supplier, dengan menggunakan bendera UD SK (PNS Dinas Pertanian Aceh Tenggara).
“Namun tanpa ada surat kuasa baik di bawah tangan maupun akte notaris, dan tersangka A hanya menerima fee dari nilai kontrak,” ucapnya.
Dalam pelaksanaannya, MR selaku pengendali supplier menyuruh karyawan lepasnya untuk membeli sapi di seputaran Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang hanya dibekali informasi untuk mencari Sapi jenis PO Betina dengan tinggi lebih kurang 102-104 sentimeter sebanyak 200 ekor.
Sedangkan persyaratan umum dan khusus lainnya yang tertuang dalam spesifikasi teknis/KAK dalam dokumen kontrak tidak diketahuinya.
“Kenyataannya karyawan lepas tersangka MR membeli sapi-sapi secara eceran pada agen atau pedagang sapi. Kondisi ini dikendalikan oleh tersangka M selaku PPK,” jelasnya.
Saat akan dilakukan serah terima sapi yaitu dengan tujuan untuk memeriksa kesehatan sapi-sapi yang isinya tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh dokter hewan.
Isi surat menyebutkan pemeriksaan kesehatan hewan dilakukan di Holding Ground (yang sebenarnya di UPTD), dan beberapa hari di UPTD, sapi-sapi kondisinya makin melemah, sakit-sakitan, kurus, dan sudah ada beberapa ekor yang mati.
Dengan kondisi tersebut Kepala Dinas/PA dan Kepala UPTD menitipkan pemeliharaannya secara sementara kepada empat orang peternak, sedangkan sisanya tetap dipelihara di UPTD oleh Kepala UPTD.
“Dari 200 ekor sapi yang dititipkan, hanya ada 81 Surat Keterangan Kematian Ternak Sapi, sedangkan 119 ekor tidak jelas keberadaannya,” ungkap dia.
Penyimpangan ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1.077.600.000,00, sesuai hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) oleh Inspektorat Aceh.
“Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 19 dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP (primair),” katanya.
“Dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (sekunder),” tutup Ali.