Banda Aceh (AJP) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menemukan adanya penebangan liar atau illegal logging di dalam kawasan hutan di Mukim Krueng, Kecamatan Peudada, Bireuen.
Dari bongkahan kayu yang ditemukan di lokasi, aktivitas perambahan ini diduga kuat sudah berlangsung sejak lama.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Aceh, Afifuddin Acal mengatakan, dari temuan temuan lapangan diduga dilakukan oleh pemilik modal besar, bukan perorangan maupun masyarakat biasa.
Pasalnya, ada bekas aktivitas alat yang berat di lokasi saat melakukan perambahan di kawasan hutan tersebut.
“Ada bekas aktivitas alat berat yang ditemukan di lokasi pada 22 Mei 2024 lalu, jadi ini bisa kita pastikan dilakukan oleh pemilik modal besar, gak mungkin warga biasa mampu mendatangkan alat berat untuk merambah hutan,” ujarnya, Selasa (28/5/2024).
Bukti lain yang menunjukkan bahwa si pelaku bermodal besar yakni membuka pembukaan akses jalan dari Gampong Ara Bungong dan Gampong Garot menuju ke lokasi pertambahan untuk mempermudah transportasi menggunakan truk.
Berton-ton kayu jenis seumantok, kata dia, meranti dan beberapa jenis lainnya diangkut melalui jalur tersebut.
“Ini semakin membuktikan bahwa pelaku sudah merencanakan praktik haram ini mengambil kayu di kawasan hutan di Mukim Krueng tersebut dan ini sudah masuk unsur pidana lingkungan hidup, apa lagi proses transportasi sangat terbuka,” jelasnya.
Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat, pelaku menjelajahi kawasan hutan di Mukim Krueng masuk melalui wilayah Mukim Batee Kureng, Kecamatan Peudada.
Selanjutnya, sambung Afif, para pelaku yang membuka jalan agar dapat melewati truk menuju titik lokasi pertambahan.
Kayu hasil perambahan kemudian dikumpulkan di pinggir jalan perbatasan antara Mukim Krueng dengan Mukim Batee Kureng.
“Mukim Batee Kureng itu berbatasan langsung dengan hutan di Mukim Krueng, mereka masuk lewat mukim itu karena aksesnya lumayan dekat,” katanya.
Selama ini, tutupan hutan yang ada di kawasan hutan Mukim Krueng masih sangat lebat dan menjadi perlindungan terakhir keberadaan hutan yang berfungsi sebagai sumber air masyarakat Kecamatan Peudada.
Selain itu, kawasan hutan di Mukim Krueng juga menjadi sumber pendapatan masyarakat yang mengambil hasil hutan bukan kayu sebagai penghasilan utama mereka untuk kehidupan sehari-hari.
“Situasi ini sangat merugikan masyarakat di Mukim Krueng bahkan masyarakat Peudada, mengingat hutan di wilayah ini menjadi hutan terakhir dan sumber ekonomi masyarakat,” tukasnya.
Afifuddin juga menjelaskan bahwa selama ini tokoh masyarakat dan pemangku adat Mukim Krueng telah berupaya mencegah terjadinya perubahan tersebut.
Namun hingga saat ini perubahan masih terjadi dan membutuhkan penanganan yang serius dari berbagai pihak yang berwenang lainnya.
Oleh karena itu, WALHI Aceh meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menindak tegas pelaku perambahan tersebut.
Ini agar kawasan hutan di Mukim Krueng terselamatkan. Namun, mereka tidak memiliki kemampuan yang cukup jika berhadapan dengan pelaku di lapangan.
“Harus segera seret dan tangkap pelaku illegal logging tersebut, ini agar pelajaran untuk semua pihak agar tidak merambah hutan,” pintanya.
Masyarakat setempat juga meminta pihak kepolisian, Gakkum Sumatera, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan seluruh APH agar segera bertindak.
“Untuk itu perlu keseriusan dari seluruh APH untuk mencegah perambahan dalam kawasan hutan, khususnya hutan di Mukim Krueng,” ucapnya.
Bila ini terus dibiarkan, selanjutnya, ada banyak dampak buruk yang akan terjadi di masa depan. Selain perambahan terus terjadi, karena tidak tindakan para pelaku.
Bencana juga dapat mengancam wilayah tersebut, seperti potensi terjadinya bencana banjir bandang hingga longsor.