Banda Aceh (AJP) – Wajib Pajak (WP) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu kelompok wajib pajak yang diberi kemudahan dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti mengatakan, wajib pajak tersebut diberi fasilitas berupa pengenaan tarif PPh final 0,5% dari peredaran bruto usahanya.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana telah diperbarui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh.
Tarif PPh final 0,5%, kata dia, dapat digunakan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
“Namun, pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku,” ujarnya kepada awak media di Banda Aceh, Selasa (28/11/2023).
Berdasarkan Pasal 59 PP 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% paling lama tujuh tahun untuk wajib pajak orang pribadi, empat tahun untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, Bumdes atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang dan tiga tahun untuk wajib pajak badan perseroan terbatas.
Jangka waktu itu, jelas Dwi, terhitung sejak wajib pajak terdaftar, bagi wajib pajak yang terdaftar setelah tahun 2018 atau sejak tahun 2018 bagi wajib pajak yang terdaftar sebelum tahun 2018.
“Jadi, misalnya tuan A sebagai wajib pajak orang pribadi terdaftar tahun 2015, maka bisa menggunakan fasilitas PPh final 0,5 % mulai dari tahun 2018 sampai 2024. Sementara misalnya tuan B terdaftar tahun 2020, maka dia bisa memanfaatkan tarif ini mulai tahun 2020 sampai dengan tahun 2026,” jelasnya.
Selain akibat telah berakhirnya masa berlaku tersebut, tarif PPh final 0,5% dapat juga berakhir apabila dalam suatu tahun pajak, peredaran bruto wajib pajak telah melebihi Rp4,8 miliar atau wajib pajak dengan kemauan sendiri memilih untuk melakukan penghitungan normal menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
“Bila dalam suatu tahun pajak berjalan, peredaran bruto wajib pajak telah melebihi Rp4,8 miliar, wajib pajak tersebut tetap dikenai tarif PPh final 0,5% sampai akhir tahun pajak bersangkutan. Perhitungan normal baru dilakukan pada tahun pajak berikutnya,” kata Dwi.
Lebih lanjut Dwi juga mengatakan bahwa apabila pengenaan tarif PPh final 0,5% telah berakhir, para wajib pajak wajib membuat pembukuan untuk dapat menghitung PPh terutang menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
Namun demikian, apabila wajib pajak tersebut sampai dengan akhir masa berlakunya, masih memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar, wajib pajak tersebut boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Dengan NPPN, wajib pajak perlu mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebasnya. Selain itu, wajib pajak tersebut juga wajib membuat pencatatan.
“Tujuan diberikannya masa berlaku tarif PPh final 0,5% ini agar wajib pajak UMKM naik kelas dan berkembang menjadi wajib pajak yang lebih besar,” katanya.
“Untuk itu, selama jangka waktu tersebut kami terus berupaya mendampingi para wajib pajak UMKM untuk dapat berkembang, salah satunya melalui program kami yang disebut Business Development Service (BDS),” ujar Dwi.
Selain itu semua, fasilitas bagi wajib pajak UMKM bahkan ditambah oleh pemerintah melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHPP) dan Pasal 60 PP 55 Tahun 2022.
Fasilitas tersebut yaitu pembebasan pajak bagi wajib pajak UMKM yang menggunakan tarif PPh final 0,5% atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak.
Dapatkan informasi terbaru seputar perpajakan di laman landas www.pajak.go.id.