Banda Aceh (AJP) – Banyak masyarakat yang menyoroti kedatangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri ke Banda Aceh dalam rangka kunjungan kerja.
Padahal, Firli kini masih berstatus saksi dalam penyelidikan Polda Metro Jaya dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait indikasi pemerasan atau gratifikasi dalam penanganan perkara oleh KPK.
Selama ini, Firli sendiri menjadi orang yang paling sering dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik ke Dewas KPK. Mulai dari dugaan membocorkan dokumen hasil penyelidikan di ESDM, sewa helikopter mewah, bertemu pihak-pihak yang terkait dengan perkara dan lainnya.
“Selama kepemipinan Firli saat ini, kewibawaan, marwah dan kepercayaan masyarakat terhadap KPK jauh dari kepemimpinan KPK sebelumnya,” ujar Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, Jumat (10/11/2023).
Menurut Alfian, kedatangan pemimpin lembaga anti rasuah tersebut ke Aceh sama sekali tidak ada relevansinya dengan kerja antikorupsi karena integritasnya sangat bermasalah.
Sehingga (Firli) datang ke Aceh hanya mengulur-ngulur waktu atas pemanggilan penyidik dan dewas KPK atas dugaan yang menjadi perhatian publik selama ini, katanya.
MaTA juga menjelajahi perkembangan lima kasus dugaan kasus Korupsi di Aceh yang pernah mengintai KPK dengan pagu anggaran Rp 5.427 triliun yang sampai sekarang tak ada kejelasan.
Padahal, penyelidikan dimulai sejak tanggal 3 Juni 2021 lalu dan memasuki 890 hari pasca penyelidikan. KPK juga tidak menanggapi dua surat dari penyelenggaraan masyarakat sipil Aceh tentang perkembangan kasus-kasus tersebut.
“Belum adanya kepastian hukum atas penyelidikan kasus tersebut maka kami patut menilai KPK bermain dengan kasus yang kami maksud, sehingga hasil lidik tidak ada perkembangan apa pun dan tidak ada kepastian hukum,” tegasnya.
Menyikapi kejadian dugaan intimidasi yang terjadi atas dua wartawan Banda Aceh tadi malam, MaTA juga mendukung penuh sikap AJI, IJTI dan PWI.
“Ini juga menjadi pesan kepada masyarakat kedatangan pimpinan KPK ke Aceh jelas menghindar atas penyelidikan yang sedang berlangsung saat ini, sehingga tidak memiliki kesiapan padahal pimpinan KPK adalah sebagai pejabat publik,” ucapnya.
“Kami juga menyerap adanya pejabat Pemerintah Aceh yang memfungsikan dirinya sebagai pagar betis saat teman-teman media meminta wawancara Ketua KPK, pejabat itu atas penelusuran kami ternyata sudah dua kali memeriksa KPK atas kasus korupsi pada pagu anggaran Rp 5,427 triliun tersebut,” simpulnya.