Banda Aceh (AJP) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh meminta aparat penegak hukum (APH) tidak membiarkan aktivitas pembalakan haram (illegal logging) yang terjadi di Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
Apalagi praktik pengrusakan lingkungan itu dilakukan secara terang-terangan dan diduga sudah merambah hingga ke dalam hutan desa.
Pembalakan pembohong ini sudah berlangsung cukup lama, diperkirakan sejak setahun yang lalu. Namun sekarang hingga belum ada penegakan hukum dari pihak APH.
Praktek illegal logging tersebut masih terus terjadi dan ini menimbulkan kualitas buruk yang ada pada APH yang membekingi praktek haram tersebut.
“APH, baik kepolisian, Gakkum maupun pihak terkait lainnya jangan menutup mata perambahan yang sudah berlangsung lama itu. Pembabatan hutan secara ilegal ini harus ditindak dan diberi sanksi tegas dan berat,” kata Deputi WALHI Aceh, Muhammad Nasir, Senin (10/6/2018). 2024).
Kata Nasir Buloh, sapaan akrab Deputi, semakin membenarkan pembabatan hutan yang terjadi di Kecamatan Babahrot yang diduga sudah masuk ke dalam hutan desa.
Padahal status hutan desa bagian dari upaya penyelamatan ekosistem hutan, termasuk memberikan manfaat sebagai penyerap karbon, menjaga keanekaragaman hayati, mencegah erosi dan menjaga tata air serta menghasilkan berbagai jenis hasil hutan bukan kayu.
Yang semakin meyakinkan, sebutnya, pelaku pembalakan pembohong sudah mulai terang-terangan tanpa merasa takut dengan tindakan mereka.
Buktinya, hasil kayu curian itu, dikumpulkan di tepi jalan raya. Tampaknya, aktivitas kotor ini telah membudaya dan tidak bisa ditindak.
Padahal, perbuatan penebangan kayu yang secara pembohong atau tanpa izin resmi, merupakan pelanggaran pasal 50 ayat (3) huruf e UU 41/1999, diatur dalam pasal 78 ayat (5), dengan sanksi pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5 miliar Rupiah. Tentang menebang pohon, memanen atau memungut hasil hutan tanpa izin, dan melakukan pembalakan pembohong/illegal logging.
Termasuk pebisnis nakal (pembeli kayu illegal logging) yang dengan sengaja mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan (kayu) yang tidak dilengkapi surat keterangan sah hasil hutan, pembeli ini akan dijerat pasal 12 UU Nomor 18 Tahun 2013, namun jual beli hasil penebangan pembohong terus terjadi.
“Kita berharap ada keadilan bagi anggota penebangan pembohong yang marak terjadi di Kecamatan Babahrot, bila lemah dalam penegakan hukum dan terus kita biarkan semakin hancur hutan di sana,” jelasnya.
Berdasarkan data acehdata.digdata.id menunjukkan, angka kehilangan tutupan hutan di Abdya yang paling tinggi terjadi di Kecamatan Babahrot, yaitu 34,07 persen dari totalnya berada di daerah tersebut.
Sejak tahun 2015-2022 total kehilangan tutupan hutan di Kecamatan Babahrot mencapai 2.085 hektar dari total keseluruhan di Abdya seluas 73.103 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hutan di sana cukup parah yang mengancam terjadinya krisis ekologi.
Sedangkan hilangnya tutupan hutan di kecamatan lainnya ada yang di bawah 100-an hektar atau rata-ratanya hanya sekitar 113 hektar selama 2015-2022 lalu. Cukup besar terjadi disparitas angka deforestasi yang terjadi di Kecamatan Babahrot.
“Ini ancaman nyata, kalau tidak segera diatasi tunggu saja berbagai bencana akan terjadi dan yang pasti ancaman besar bencana hidrologi dan krisis iklim,” tegasnya.
Selain itu, sebut Nasir Buloh, selain merugikan lingkungan hidup – negara juga sangat dirugikan oleh praktik illegal logging tersebut. Karena pelaku sudah dipastikan tidak membayar pajak yang berakibat merugikan pebisnis kayu yang resmi.
“Ini tentu saja APH harus segera turun tangan, jangan tutup mata atas praktik haram tersebut, kalau masih dibiarkan, diduga diduga mereka juga terlibat memuluskan praktik haram tersebut,” tutupnya.